Pages

Rabu, 09 Maret 2011

Sejarah Desa Karangsambung, Kadipaten, Majalengka

Desa Karangsambung merupakan desa tertua di antara tujuh desa di wilayah Kec. Kadipaten. Beberapa desa seperti Desa Liangjulang, Kadipaten (Jatiraga), Babakan Anyar dan Desa Pagandon dahulu berada di bawah pemerintahan Demang Karangsambung.
Nama Karangsambung lebih bernilai historis bila dibanding dengan nama Kadipaten, nilai historis Karangsambung terkait dengan pasukan Mataram yang ngababak-babak hutan lalu menjadi cikal bakal desa ini.
Menurut sumber sejarah, pasukan Mataram membuka lahan hutan menjadi pemukiman akibat rasa takutnya terhadap raja Mataram, Sultan Agung. Raja Mataram mengancam akan membunuh pasukannya jika perang dari Batavia tanpa membawa kemenangan. *)
Pasukan Mataram pada saat itu berada pada posisi yang delamatis. Di pihak lawan yang merupakan tentara-tentara kompeni Belanda terus mengejar meraka dengan persenjataan lengkap, jika memaksakan pulang ke Mataram sudah pasti ancaman sang raja menjadi kenyataan.
Akhirnya merea memutuskan untuk menetap di hutan belantara agar tidak terdeteksi oleh tentara Belanda. Lambat laun mereka membabak hutan.
Pasukan-pasukan Mataram akhirnya memutuskan untuk tidak kembali ke Mataram untuk selamanya, mereka hidup di hutan itu dengan menyimpan rasa takutnya.
Komunitas pasukan Mataram lambat laun melahirkan generasi-generasi baru mereka dari hasil pernikahan silang dengan di penduduk di luar hutan. Oleh karena polulasi mereka bertambah maka pemukiman tersebut menjadi kampung.
Para pasukan Mataram memiliki dasar keilmuan yang lumayan tinggi terutama ilmu agama Islam. Mereka ikut menyebarkan agama Islam. Pemeluk Islam pertama kali di daerah ini adalah Mbah Buyut Bungsu yang kelak bernama Mbah Buyut Sawala 1). Mbah Buyut kelak menjadi tokoh agama yang sangat disegani, menyebarkan ajaran Islam dengan basisnya di Cipaku, yang kini merupakan komplek makam kramat Buyut Sawala.
Masjid pertama dalam sejaran Islam di daerah ini adalah Masjid Darussalam. Di masjid ini terdapat benda-benda sejarah berupa alat-alat perang pada saat tentara/pasukan mataram bertempur melawan kompeni (V.O.C.), antara lain keris dan tombak.
Benda-benda ini menjadi benda pusaka yang tidak sembarang orang bisa melihatnya, ada waktu-waktu tertentu untuk bisa melihat benda pusaka ini. Misalnya pada saat bulan Mulud dalam tahun Islam.
Di Masjid Darussalam juga terdapat kuris kesaksian. Setiap orang yang sedang dalam perkara, pada jaman dulu selalu digiring duduk untuk memberikan sumpah di atas kursi kesaksian tersebut. Jika berbohong maka pantatnya tidak akan bisa lepas dari kursi. Menyatu dengan kursi seperti dilem dengan bahan perekat kuat. Jika keterangannya benar, maka ia bisa berdiri dan beranjak seperti biasa.
Nama Desa Karangsambung juga memiliki keterikatan dengan Masjid Darussalam. Masjid ini dibangun dengan elemen batu karang, termasuk material penyangga mesjid.
Komponen tiangnya dibuat dari potongan batu karang, dihubungkan dengan cara menyambung batu karang hingga membentuk tiang. Metode penyambungannya tidak terungkap dengan jelas.
Proses penyambungan batu karang tersebut membuat warga desa itu berpecak kagum hingga tersiar ke beberapa desa lainnya. Istilah karangsambung pun lahir, menandai desa dengan masjidnya yang khas.
Ex pasukan-pasukan Mataram yang dikenal memiliki wawasan tinggi "melahirkan" keturunannya yang cerdas. Mereka mampu menguasai daerah Liangjulang, Jatiraga, Pagandon, dan Babakan Simon.
Keturunan Mataram yang paling berpengaruh adalah Demang Karangsambung, nama aslinya tidak ada dalam catatan sejarah Kadipaten.
Demang Karangsambung tampil sebagai penguasa tunggal, ia melakukan ekspansi kekuasan ke daerah Dawuan, Jatiwangi dan Palasah.
Kebijakan-kebijakan politik pada saat itu bergantung pada sang demang. Maka yang terjadi adalah sistem pemerintahan demang tampak otoriter, kekuasaannya lebih mirip dengan kekuasaan raja. Hal itu tampak dari pola hidup masyarakat Kademangan Karangsambung yang harus membayarkan upeti kepada demang.
Upeti itu bisa berupa hasil pertanian seperti padi, palawija dan barang-barang lainnya. Upeti tersebut langsung dibayarkan oleh masyarakat tanpa melalui perantara, mereka berbondong-bondong menyerahkan hasil pertaniannya untuk kepentingan demang.
Akan tetapi pembayaran upeti kepada demang tidak menimbulkan antipati. Sebaliknya figur demang menjadi tokoh panutan, dihormati dan dianggap sebagai tokoh yang bertindak sebagai penguasa negeri.
Setelah kademangan Karangsambung mengalami regenerasi kepemimpinan, timbul pergolakan yang dipicu oleh perebutan wilayah. Karangsambung dihadapkan pada perlawanan Bantarjati yang berkuasa atas wilayah Kertajati, Jatitujuh dan Cibenda.
Diriwayatkan antara Bantarjati dan Karangsambung terjadi class fisik. Akan tetapi tidak disebutkan pihak mana yang memenangkan perang dua kubu tersebut.
Pada abad 18, Karangsambung tetap menjadi pusat permukiman penduduk. Kegiatan bisnis dan perdagangan sehari-hari berlangsung di Pasanggrahan. Sebelum jalan Anyer - Panarukan dibangun, pelabuhan sungai di Pasanggrahan merupakan terminal lalu lintas yang paling utama.
Masa kejayaan kota Pasanggrahan (sekarang : Babakan Anyar) berlangsung setelah dibangunnya pabrik gula Kadhipaten tahun 1868 oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Arus barang diangkut dengan gotrok atau darengsin. Gotrok adalah sejenis lori.
Gula yang sudah dikemas lalu diangkut dari pabrik gula di Omas-Liangjulang menyebrang jalan Kadipaten - Majalengka melalui book (Buk) rel. Jalur rel Lori ada 3 arah. Rel ke-1 ke arah pelabuhan pasanggrahan menyebrang sungai Cilutung ke perbatasan Sumedang, jalur ke-2 melalui perempatan lampu merah ke arah timur menuju pabrik gula Jatiwangi.
Jalur ke-2 melintasi kawasan Cipaku menyisir pinggiran jalan raya Kadipaten, Dawuan, dan Jatiwangi, dan jalur ke-3 tembus ke pabrik gula Jatitujuh.
Karangsambung pernah menjadi tonggak sejarah manakala H. Agus Salim, H.O.S. Cokroaminoto, Katosuwiryo, H. Mansyur dan Mualim Badjuri sempat merasakan tinggal sementara di Karangsambung. Mereka adalah tokoh nasional pada zamannya. Hal ini berdasar pada keterangan Kuwu Hanim yang mengetahui sebagian data sejarah Karangsambung.
Saat ini Karangsambung hanya terdiri atas tujuh blok atau kampung, yaitu Blok Ahad, Blok Senen, Blok Jum'ah, Blok Saptu, Kampung Dukuh Bitung, Dukuh warung Barat, dan Leuweung Bata.
Penduduk Desa Karangsambung berjumlah 7.960 jiwa. Sebagian besar berada di Dukuhwarung Barat dan Dukuhbitung. Dukuhwarung Barat dan Dukuhbitung terbelah sungai irigasi Cihaliwung.
Tokoh-tokoh Karangsambung dari awal revolusi fisik adalah Rewah, Wahab, Sabur, Tirta, Jamil, Dawuh, Olik, Dadang, Tonton, Narga dan Bayong.
Tokoh Karangsambung terakhir adalah Kuwu Hanim yang merupakan ayah penulis terkenal Hikmat Gumelar. Kuwu Hanim adalah satu dari tiga kuwu Majalengka terbaik di bidang ketaatan Pajak Bumi dan Bangunan, besan dari Letjend. (Purn) Makmun Rasyid ini mendapatkan kehormatan memenuhi undangan Gubernur Jawa Barat untuk hadir dalam sebuah acara di Bandung.
 
Sumber : 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text